Kamis, 10 September 2009

kandungan tanaman

Senyawa Antimikroba dari Tanaman
Kompas (07/12/2005, 15:11:19)

Tanaman memiliki suatu kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk mensintesis substansi aromatik, yang kebanyakan dari substansi tersebut adalah fenol. Substansi itu merupakan metabolit sekunder dan yang telah diisolasi berjumlah paling sedikit 12.000 (jumlah yang diperkirakan kurang dari 10 persen dari jumlah totalnya).

Pada banyak kasus, substansi tersebut berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tanaman terhadap predasi oleh mikroorganisme, insekta, dan herbivora. Beberapa seperti terpenoid, memberikan aroma pada tanaman, sedangkan yang lain seperti quinon dan tanin berfungsi untuk pigmen tanaman.

Banyak senyawa yang berfungsi sebagai flavor tanaman (seperti terpenoid capsaicin dari tanaman cabai) dan beberapa tanaman telah digunakan manusia untuk membumbui makanan sehingga menghasilkan senyawa medisinal yang bermanfaat. Fitokemikal antimikroba yang bermanfaat dapat dibagi ke dalam beberapa kategori yang meliputi fenolik dan polifenol, terpenoid dan minyak esensial, akaloid, lektin dan polipeptida, campuran, dan senyawa lain.

Fenolik dan polifenol

Fenol Sederhana dan Asam Fenolat. Asam sinnamat dan kaffeat merupakan contoh umum dari grup senyawa turunan fenilpropan. Asam kaffeat bersifat efektif terhadap virus, bakteri, dan fungsi. Katekol dan pirogalol merupakan fenol terhidroksilasi yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme.

Katekol memiliki dua grup hidroksil dan pirogalol merupakan fenol terhidroksilasi yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme. Katekol memiliki dua grup hidroksil dan pirogalol memiliki tiga. Sisi dan jumlah grup hidroksil pada grup fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif mereka terhadap mikroorganisme, dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat menyebabkan toksistas yang meningkat.

Mekanisme yang dianggap bertanggung jawab terhadap toksisitas fenolik pada mikroorganisme meliputi inhibitor enzim oleh senyawa yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi dengan grup sulfhidril atau melalui interaksi non-spesifik dengan protein.

Quinon terdapat di mana-mana di alam dan bersifat reaktif tinggi. Senyawa ini berwarna yang bertanggung jawab untuk reaksi kecoklatan pada buah-buahan dan sayuran yang terluka atau terpotong, dan merupakan senyawa perantara dalam jalur sintesis melanin pada kulit manusia.

Quinon diketahui membentuk kompleks yang bersifat irreversible dengan asam amino nukleofilik dalam protein yang sering menghantarkan inaktivasi protein dan kehilangan fungsi. Untuk alasan tersebut, kisaran potensial efek antimikroba quinon cukup luas.

Target yang mungkin pada sel mikroba adalah adhesin (molekul untuk menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel, polipeptida dinding sel, dan enzim yang terikat pada membran sel. Anthraquinon dari pohon Cassia italica bersifat bakteriostatik untuk Bacillus anthracis, Corynebacterium pseudodiphthericum, dan Pseudomonas aeruginosa, dan bersifat bakterisidal untuk Pseudomonas pseudomallei.

Flavon, flavonoid, dan falavonol. Ketiganya diketahui telah disintesis oleh tanaman dalam responsnya terhadap infeksi mikroba sehingga tidak mengherankan kalau mereka efektif secara in vitro terhadap sejumlah mikroorganisme. Aktivitas mereka kemungkinan disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut, dan dengan dinding sel.

Flavonoid yang bersifat lipofilik mungkin juga akan merusak membran mikroba. Catechin, senyawa flavonoid pada teh, telah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Secara in vitro telah menghambat Vibrio cholerae 01, Streptococcus mutans, Shigella, dan bakteri lain. Percobaan pada tikus yang diberi pakan mengandung catechin teh 0,1% dapat mengurangi kerusakan gigi yang diakibatkan S mutans sampai 40 persen.

Senyawa flavonoid memperlihatkan efek inhibitori terhadap berbagai virus. Keefektifan flavonoid terhadap HIV telah didokumentasi dengan baik. Lebih dari satu studi telah menemukan bahwa derivatif flavon menghambat respiratory syncytial virus (RSV). Hesperetin telah mengurangi replikasi intraseluler RSV, polivirus tipe 1, virus parainfluenza tipe 3, dan herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1). Catechin telah menghambat infektivitas, tetapi tidak replikasi intraseluler HSV-1 dan RSV. Quercetin secara universal efektif untuk mereduksi infektivitas. Belum ada kemampuan untuk memprediksi secara nyata tingkat hidroksilasi dan toksisitas flavonoid terhadap mikroorganisme.

"Tannin" adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Mereka ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar. Mereka dibagi ke dalam dua grup, tannin yang dapat dihidrolisis dan tannin kondensasi.

Tannin mungkin dibentuk dengan kondensasi derivatif flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman. Tannin mungkin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon. Telah diindikasikan bahwa konsumsi minuman yang mengandung tannin, terutama teh hijau dan anggur merah dapat mengobati atau mencegah sejumlah penyakit.

Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik, host-mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti-infektif telah ditetapkan untuk tannin. Salah satu aksi molekul mereka adalah membentuk kompleks dengan protein melalui kekuatan non-spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja aksi antimikrobial mereka mungkin berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menginaktivasi adhesin mikroba, enzim, protein transport cell envelope. Mereka juga membentuk kompleks dengan polisakarida.

Pada tahun 1996, paling sedikit 1.300 coumarin telah teridentifikasi. Mereka dikenal terutama karena aktivitas antitrombotik, antiinflamatori, dan vasodilatori. Warfarin yang merupakan salah satu coumarin telah digunakan sebagai antikoagulan dan rodentisida. Ia mungkin juga memiliki efek antiviral. Coumarin secara in vitro dapat menghambat Candida albicans.

Sebagai suatu grup, coumarin telah ditemukan dapat menstimulasi makrofag, yang dapat memiliki efek negatif tidak langsung pada infeksi. Lebih spesifik, coumarin telah digunakan untuk mencegah infeksi oleh HSV-1 pada manusia. Asam hidroksisinnamat yang berhubungan dengan coumarin terlihat memiliki efek inhibtori terhadap bakteri gram positif. Fitoaleksin yang merupakan derivatif terhidroksilasi dari coumarin telah diproduksi dalam wortel sebagai respons terhadap infeksi fungsi, dan ia dapat diasumsikan memiliki aktivitas antifungsi.

Terpenoid dan minyak esensial

Harum atau bau dari tanaman disebabkan oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan metabolit sekunder yang kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka disebut terpen dan terdapat dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen, hemiterpen, dan sesquiterpen. Bila senyawa tersebut mengandung elemen tambahan biasanya oksigen, mereka disebut dengan terpenoid.

Contoh umum terpenoid adalah metanol dan camphor (monoterpen), dan famesol dan artemisin (sesquiterpenoid). Artemisin dan derivatifnya alpha-arteether juga dikenal dengan nama qinghaosu, digunakan sebagai antimalaria. Tahun 1985, WHO telah memutuskan untuk mengembangkannya sebagai suatu obat untuk menangani malaria serebral. Terpen atau terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Triterpenoid betulinic acid yang merupakan salah satu dari terpenoid telah memperlihatkan efek menghambat HIV. Mekanisme kerja terpen belum diketahui dengan baik dan dispekulasi terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik. Terpenoid yang terdapat dalam minyak esensial tanaman telah bermanfaat untuk mengontrol Listeria monocytogenes pada makanan.

Suatu kandungan terpenoid pada cabai yang dikenal dengan capsaicin memiliki sejumlah aktivitas biologik pada manusia yang dapat memengaruhi sistem syaraf, cardiovaskuler, dan degestif. Capsaicin bersifat bakterisida terhadap Helicobacter pylori. Terpenoid yang disebut dengan petalostemumol memperlihatkan aktivitas terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, bakteri gram negatif, dan Candida albicans.

Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat dalam bidang medis adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid diterpenoid yang diisolasi dari tanaman memiliki sifat antimikroba. Solamargine, suatu glikoalkaloid dari tanaman berri Solanum khasianum mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi intestinal yang berhubungan dengan AIDS.

Ketika alkaloid ditemukan memiliki efek antimikroba (termasuk terhadap Giardia dan Entamoeba), efek antidiare utama mereka kemungkinan disebabkan oleh efek mereka pada usus kecil. Berberin merupakan satu contoh penting alkaloid yang potensial efektif terhadap typanosoma dan plasmodia. Mekanisme kerja dari alkaloid kuaterner planar aromatik seperti barberin dan harman dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinterkalasi dengan DNA.

Peptida yang bersifat inhibitor terhadap mikroorganisme pertama sekali dilaporkan pada tahun 1942. Mereka sering bermuatan positif dan mengandung ikatan disulfida. Mekanisme kerja mereka mungkin dengan pembentukan ion channel pada membran mikroba atau hambatan kompetitif adhesi protein mikroba ke respetor polisakarida inang. Hal yang menarik adalah fokus pada studi peptida dan lektin anti-HIV. Sedangkan inhibisi bakteri dan fungsi oleh makromolekul seperti yang diperoleh dari herba Amaranthus telah lama diketahui.

Thionin yang merupakan peptida yang umum ditemukan pada barli dan gandum dan mengandung 47 residu asam amino bersifat toksik terhadap khamir (yeast), bakteri gram negatif, dan gram positif. Molekul lektin yang lebih besar termasuk lektin yang spesifik untuk mannosa, MAP30, GAP31, dan jacalin merupakan inhibtor terhadap proliferasi virus (HIV, cytomegalovirus). Kemungkinan sifat itu berhubungan dengan hambatan interaksi virus dengan komponen sel inang.

Campuran

Kayu siwak yang merupakan alat bantu untuk pengganti sikat gigi telah banyak digunakan di negara-negara Afrika termasuk negara-negara Arab di Timur Tengah. Bahkan sudah banyak digunakan oleh sebagian masyarakat di Indonesia, dan merupakan oleh-oleh yang sering dibawa oleh orang yang beribadah haji atau umrah dari Arab Saudi.

Kayu siwak berasal dari spesies tanaman yang berbeda, dan dalam satu kayu mungkin mengandung komponen kimiawi aktif yang heterogen. Ekstrak kasar dari salah satu kayu siwak telah menghambat pertumbuhan patogen periodontal Porphyromonas gingivalis dan Bacteroids melaninogenicus secara in vitro. Komponen aktif yang ditemukan dari kayu siwak Nigeria adalah berbagai macam alkaloid.

Banyak fitokemikal yang tidak termasuk ke dalam pengelompokan di atas memiliki sifat antimikroba, antara lain yang berhubungan dengan poliamin, isotiosianat, dan glukosida. Senyawa asetilen dan flavonoid dari tanaman tradisional yang digunakan di Brasil untuk penanganan malaria dan gangguan lever berhubungan dengan aktivitas antimalaria.

Tidak ada komentar: